Dengarkan

'Saling Belajar': Bagaimana Pasangan Ini Hadapi Tantangan Pernikahan Beda Budaya
SBS Indonesian
11:26
Jatuh cinta tidak mengenal batasan—geografis, budaya, maupun bahasa. Namun, ketika membangun kehidupan dengan seseorang dari latar belakang yang berbeda, hal-hal tersebut dapat menimbulkan beberapa rintangan unik. Perjuangan adaptasi kerap menjadi kisah tersendiri yang mewarnai kehidupan pernikahan pasangan beda budaya.
Emma Dainona, salah satunya. Kepada SBS Indonesian, Dainona—yang berasal dari Yogyakarta dan kini tinggal di Perth, Australia Barat—membuka lembar kehidupan pernikahannya dengan suaminya, David Gum.
"Aku belajar budaya dia, dia belajar budaya aku. Di rumah, kita terapkan yang sesuai sama kita aja," ujar Dainona.
Menghadapi Pandangan Masyarakat
Pernikahan lintas budaya seringkali menjadi sorotan publik dengan berbagai stereotip dan prasangka. Meski demikian, Dainona mengaku bersyukur karena belum pernah mengalami diskriminasi langsung, meskipun ia sadar bahwa stigma tersebut nyata dan sering dialami oleh pasangan seperti mereka.
"Menurut aku pribadi, kalau ada yang beranggapan seperti itu, ya kita sendiri tidak bisa mengontrol apa pikiran orang dan apa pendapat orang. Yang pasti untuk kita sendiri, kita jadi diri sendiri," ujar Dainona.
Mendukung Orang Tua di Indonesia
Fenomena "generasi sandwich"—di mana individu menanggung tanggung jawab ganda untuk orang tua dan keluarga inti mereka, baik secara finansial maupun emosional—merupakan realitas umum bagi banyak keluarga Indonesia.
Dainona setuju dengan konsep ini. Bahkan, dia memandang merawat orang tuanya sebagai bagian penting dari mencintai mereka. Meskipun dia tidak dapat merawat orang tuanya secara fisik, karena mereka berada ribuan kilometer jauhnya dari Perth, Dainona tetap memperhatikan mereka dengan memberikan dukungan finansial dan mengunjungi mereka sesering mungkin.
Identitas pribadi dalam nama keluarga
Salah satu perbedaan budaya yang lebih personal yang dihadapi Dainona adalah apakah akan mengambil nama keluarga suaminya—sebuah praktik umum di Australia tetapi tidak lazim dilakukan di Indonesia.
Bagi Dainona, nama belakang itu menyangkut tentang identitas budaya dan otonomi pribadi.
"Untuk saat ini aku masih memakai nama asli. Belum memutuskan untuk memakai nama belakang. Karena aku juga belum mengerti plus minusnya apa, dan tidak mau terburu-buru juga," ujar Dainona.