Ketika Toleransi dan Tradisi Menyatu: Muslim di Bali

Religious ritual in Ubud

Religious ritual in Ubud Credit: Ade Mardiyati - Journalist in Bali

Pulau Bali merupakan salah satu "melting pot" terbesar di Indonesia. Banyak warga dari berbagai penjuru nusantara dengan berbagai latar belakang budaya dan agama menetap di Pulau Dewata itu.


Pulau Bali merupakan salah satu melting pot terbesar di Indonesia.
Banyak warga dari berbagai penjuru nusantara dengan berbagai latar belakang budaya dan agama yang datang berlibur atau memutuskan untuk hijrah mengadu nasib di Bali.

Sebagian besar dari mereka yang datang berlibur atau pun pindah ke Bali adalah pemeluk agama Islam.

LISTEN TO
Ramadan in Bali image

Ketika Toleransi dan Tradisi Menyatu: Muslim di Bali

10:53
Tersohornya Bali dengan budaya, adat istiadat, serta praktik agama Hindu yang sangat kental tidak menghentikan niat mereka untuk menyambangi Pulau Dewata ini.

Hal ini dikarenakan masyarakat asli Bali dikenal memiliki toleransi beragama dan bermasyarakat yang sangat tinggi. Sehingga siapa pun akan merasa nyaman hidup bertetangga dan mencari nafkah di sini.
Rahmawati, 47 tahun, berasal dari Malang, Jawa Timur dan telah bermukim di Bali sejak 2005. Sebagai seorang Muslimah, warga Denpasar ini merasa nyaman menjalankan ibadah meskipun tinggal di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Hindu Bali.
Muslimat NU Cabang Denpasar
Menyambut Ramadan 2025 - Muslimat NU Denpasar Selatan Credit: Rahmawati - Denpasar
“Di bulan Ramadhan, misalnya, kita bisa menjalankan sholat Tarawih dan Tadarus di masjid atau mushalla. Tidak ada halangan sama sekali,” ujarnya.

Mencari makanan halal pun sangat mudah, kata ibu tiga anak ini.

“Jadi tidak ada masalah sama sekali,” ujarnya.

Lahir dan besar di Lamongan, Jawa Timur, Faruq Zulianto hijrah ke Bali tahun 2012 silam dan membuka usaha warung bakso dan mie ayam di Kedonganan, Kuta.

Warungnya tak pernah sepi pengunjung, baik warga asli Bali maupun pendatang. Dalam sehari, ia mengaku bisa meraup keuntungan bersih hingga satu juta rupiah.

“Bakso yang kami sajikan halal. Bahkan dalam proses penggilingannya pun eksklusif dijamin halal, tidak bercampur daging babi,” ujar bapak tiga anak ini. “Bahkan orang asli Bali pun banyak yang nggak suka daging babi.”

Di bulan Ramadhan, meski terjadi penurunan jumlah pembeli, bakso dan mie ayam buatannya tetap dicari pelanggan, ujarnya.
Faruq
Faruq Zulianto, owner of a meatball and chicken noodle stall in Kedonganan, Bali Credit: Ade Mardiyati - journalist in Bali
Faruq mengatakan sekarang ini sudah sangat mudah mencari rumah makan atau makan yang menyajikan makanan halal.

“Karena kalau saya lihat warga asli sini sekarang lebih cenderung memilih masakan warga pendatang,” ujarnya.

Warga Jakarta Annisa Harniati juga mengaku tidak kesulitan mencari makanan halal selama ia berlibur di Bali. Perempuan berhijab ini leluasa memilih beragam produk makanan halal di tempat-tempat yang dikunjunginya.

“Banyak juga kok makanan lokalnya yang nggak jual babi, jadi aman lah,” ujarnya.

Halal Food
Muslim tourists at a halal food stall in Ubud, Bali Credit: Ade Mardiyati - journalist in Bali
Annisa mengaku nyaman berada di Bali meski ia seorang Muslimah. Ia bahkan mengungkapkan keinginannya untuk bisa berada di Bali lagi pada bulan Ramadhan.

—----- Ade Mardiyati

Dengarkan setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu jam 3 sore.
Ikuti kami di dan , serta jangan lewatkan kami.


 

Share